DomaiNesia

Senin, 05 Juli 2021

Siasati Bahaya Covid-19 Dengan Nalar Kebijaksanaan Bersama

Ketua MPR Bambang Soesatyo
Foto: MPR

Jakarta - Ancaman penularan COVID-19 terus tereskalasi alasannya yaitu virus Corona SARS-CoV-2 terus bermutasi. Durasi krisis kesehatan kini ini pun makin susah untuk dihitung. Mewujudkan kekebalan komunal (herd immunity) pun masih menjadi tantangan, alasannya yaitu vaksin corona yang tersedia di sekarang ini belum sepenuhnya efektif dan jumlahnya pun masih sungguh terbatas. Maka, demi keamanan bersama, semua orang didorong menggunakan nalar budi dengan patuh pada protokol kesehatan (prokes) guna menyingkir dari bahaya penularan COVID-19.

Sejumlah orang, tergolong figur publik, tetap saja terpapar COVID-19 kendati telah dua kali menerima suntikan vaksin virus orona. Bagi penduduk yang awam, fakta ini tentu membingungkan, alasannya yaitu sebelumnya telah dibangun iktikad bahwa mereka yang telah dua kali disuntik vaksin corona akan kebal dari potensi penularan.

Berkembanglah pengertian di sejumlah kelompok bahwa dalam konteks kekebalan atau imunitas, vaksin corona yang tersedia di sekarang ini belum tentu efektif untuk semua orang. Apalagi, SARS-CoV-2 terus bermutasi. Maka, mudah-mudahan sanggup terhindar dari penularan COVID-19, setiap orang mesti tetap berhati-hati kendati telah dua kali disuntik vaksin. Kewaspadaan itu mesti diaktualisasikan dengan kepatuhan tanpa syarat pada prokes.

Selain alasannya yaitu faktor efektivitas vaksin yang relatif belum optimal itu, kewaspadaan semua orang mesti tetap tersadar alasannya yaitu bahaya COVID-19 terus tereskalasi. Proses eskalasi bahaya ditandai dengan mutasi virus SARS-CoV-2 menjadi sejumlah varian. Ada yang digambarkan begitu gampang menular. Misalny varian Delta yang menyebabkan lonjakan problem gres di sejumlah negara. Apalagi, varian Delta tidak cuma menyasar orang dewasa, melainkan juga mengintai anak dan remaja di bawah usia 18 tahun.

Virus SARS-CoV-2 yang terus bermutasi sanggup saja menyebabkan alat diagnosa yang digunakan sejak permulaan pandemi tidak efektif lagi untuk mendeteksi varian baru. Bahkan, bukan tidak mungkin juga vaksin Corona yang telah dibentuk kini pun tidak cukup manjur untuk merealisasikan kekebalan personal di saat seseorang terpapar SARS-CoV-2 varian terbaru. Maka, hingga pada tahap kini ini, pantas untuk dibilang bahwa belum ada vaksin atau obat yang manjur untuk sungguh-sungguh melumpuhkan atau memutus rantai penularan COVID-19.

Oleh alasannya yaitu itu, satu-satunya opsi yang tersedia bagi setiap orang mudah-mudahan terhindar dari penularan COVID-19 yaitu melindungi diri dan keluarga. Perlindungan itu akan efektif kalau setiap orang dengan kesadaran sarat mematuhi prokes. Perlindungan itu tidak sanggup didapatkan dari kekuatan lain, pun tak sanggup dibeli dengan uang. Virus Corona yaitu musuh bareng yang wujudnya tidak terang benar. Virus ini tak sanggup dilumpuhkan atau dieliminasi dengan kekuatan senjata tercanggih atau teknologi terkini sekali pun. Hanya dengan nalar budi setiap orang dalam melaksanakan prokes, potensi penularan COVID-19 sanggup dihindari.

Patut untuk disadari bareng bahwa faktor mutasi virus SARS-CoV-2 dengan ragam ancamannya itu menyebabkan durasi pandemi COVID-19 menjadi semakin ketat untuk diperkirakan. Bahkan, oleh alasannya yaitu kekurangan vaksin serta masih adanya kelompok penduduk yang sangsi akan adanya pandemi, nyaris sanggup ditentukan bahwa virus Corona masih akan berada di sela-sela kehidupan semua orang untuk waktu yang lama.

Sebelumnya, sempat diasumsikan bahwa berkat kemajuan ilmu farmasi dan ilmu kedokteran kala terkini, durasi Pandemi COVID-19 sanggup lebih pendek dibanding pandemi global di masa lalu.

Ternyata, krisis kesehatan global kini ini telah memasuki tahun kedua. Bandingkan dengan pandemi Flu Spanyol yang berdurasi dua tahun lebih (Februari 1918 - April 1920). Digambarkan selaku pandemi paling mematikan dalam sejarah umat manusia, para sejarawan mencatat bahwa flu Spanyol mewabah di saat ilmu farmasi dan kedokteran belum memiliki alat atau infrastruktur untuk menyebarkan vaksin. Mikroskop pada kala itu bahkan belum sanggup mendeteksi virus.

Pada krisis kesehatan global kini ini, mutasi virus SARS-CoV-2 terbukti tak sanggup dicegah oleh teknologi terkini di bidang farmasi dan kedokteran. Untuk menghentikan penularan dan mutasi virus, kekuatan dan andalan terutama masih tetap pada kesadaran semua orang untuk menggunakan nalar budi masing-masing, terutama dengan mematuhi prokes di masa pandemi. Karena itu, semua orang jangan pernah bertingkah tidak acuh prokes.

Indonesia di sekarang ini sedang mengalami lonjakan problem gres COVID-19 alasannya yaitu banyak orang lengah dan tidak acuh prokes. Masih banyak orang yang tidak menggunakan nalar budinya untuk tekun mengelak dari bahaya penularan COVID-19. Tak cuma Indonesia, sejumlah negara di Eropa pun akan mengalami lonjakan problem baru, alasannya yaitu kerumunan puluhan ribu orang dalam setiap pertarungan sepak bola Euro 2020. Usai pertarungan Inggris melawan Skotlandia misalnya, didapatkan lebih dari 2.000 orang terpapar COVID-19.

Seperti juga durasi pandemi global di masa lalu, durasi pandemi COVID-19 kini pun diputuskan oleh sikap masyarakat. Semakin patuh penduduk melindungi diri dengan kepatuhan pada prokes, pandemi COVID-19 akan lebih singkat berakhir. Sebaliknya, di saat semua orang yang bakir budi tidak kongkret merespon krisis kesehatan kini ini, durasi pandemi COVID-19 akan berlarut-larut. Akibat teledor pada prokes dalam pelaksanaan Euro 2020 misalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai kalut alasannya yaitu ada potensi Eropa akan mengalami gelombang III pandemi COVID-19.

Pada Jumat (2/7) kemarin, sejumlah media melaporkan adanya penumpukan mayat di RSUD dr Sutomo, Surabaya. Sangat memilukan. Berita foto yang booming itu pun dibenarkan oleh Direktur RSUD Sutomo. Dijelaskan bahwa pada Kamis (01/07), terdata 27 pasien Covid-19 meninggal dunia di rumah sakit itu. Berita foto ini menerangkan banyak faktor wacana beraneka ragam akhir dari krisis kesehatan kini ini.

Mari, gunakan nalar budi kita untuk mematuhi prokes mudah-mudahan tidak tertular COVID-19.


Bambang Soesatyo Ketua MPR RI/ Mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perkembangan Logo-Logo Tv Swasta Dari Tahun Ke Tahun

Masa 90an itu emang banyak kenangannya men. Membahas kala 90an emang mengasyikkan, tetapi juga mengharukan. Karena kita mengenang periode k...